Kejujuran Syeikh Abdul Qadir Jaelani

Syeikh Abdul Qadir semasa berusia 18 tahun meminta izin ibunya merantau ke Baghdad untuk menuntut ilmu agama. Ibunya tidak menghalangi cita-cita murni Abdul Kadir muda meskipun keberatan melepaskan anaknya berjalan sendirian beratus-ratus kilo. Sebelum pergi ibunya berpesan supaya jangan berkata bohong dalam keadaan apapun. Ibunya memberinya uang 40 dirham dan dijahitkan di dalam pakaian Abdul Kadir. Setelah itu ibunya melepaskan Abdul Kadir pergi bersama-sama satu rombongan yang kebetulan hendak menuju ke Baghdad.


Dalam perjalanan, mereka diserang oleh 60 orang penyamun. Habis harta kafilah dirampas tetapi penyamun tidak mengusik Abdul Kadir karena menyangka dia tidak mempunyai apa-apa. Salah seorang perompak bertanya Abdul Kadir apa yang dia punya. Abdul Kadir menerangkan kalau dia memiliki 40 dirham di dalam pakaiannya. Penyamun itu heran dan melaporkan kepada ketuanya. Pakaian Abdul Kadir dipotong dan didapati ada uang sebagaimana yang diberitahu.


Ketua penyamun bertanya kenapa Abdul Kadir berkata benar walaupun mengetahui uangnya akan dirampas? Abdul Kadir menerangkan yang dia telah berjanji kepada ibunya supaya tidak berkata bohong walau dalam kondisi apapun dan tidak ingin mengingkari amanat ibunya. Mendengar dia berkata begitu, ketua penyamun menangis dan menginsafi kesalahannya. Sedangkan Abdul Kadir yang kecil tidak mengingkari kata-kata ibunya betapa dia yang telah melanggar perintah Allah sepanjang hidupnya. Ketua penyamun bersumpah tidak akan merompak lagi. Dia bertaubat di hadapan Abdul Kadir diikuti oleh pengikut-pengikutnya.

Khalifah Umar dan Pengembala

Suatu ketika, Khalifah Umar mengadakan perjalanan dari Madinah menuju Makkah. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang pemuda yang sedang mengembala kambing yang sangat banyak.

"Anak muda, bolehkah aku beli seekor saja hewan gembalaanmu itu?" tanya Khalifah Umar.

"Aku ini hanya seorang budak, Tuan," jawab pemuda itu.

"Memangnya kenapa? Aku tidak peduli engkau seorang budak atau bukan. Aku ingin membeli seekor saja. Dan, aku melihat hewan gembalaanmu ini banyak sekali. Tentu, majikanmu ini seorang yang sangat kaya. Kehilangan seekor kambing baginya apalah artinya. Kau katakan saja bahwa seekor serigala telah memangsanya. Pasti majikanmu akan percaya," bujuk Khalifah Umar.

Mendengar bujukan itu, pemuda tersebut memandang Khalifah Umar dengan tatapan aneh. "Benar Tuan. Kambing ini memang sangat banyak. Jika aku berdusta, majikanku tidak akan pernah tahu dan apalah arti seekor kambing baginya. Tapi,Tuan .., fa innallaah, dimanakah Allah?" katanya.

Umar terdiam mendengar perkataan si pemuda.

"Keimanan kepada Allah, itulah keyakinanku, Tuan! Demi mendapatkan keimanan ini, aku telah melalui teriknya gurun sahara hingga telapak kaki terkelupas. Aku sudah menemani sunyi dan dinginnya malam sampai berurai air mata. Aku melakukan semua ini dengan mengorbankan sesuatu yang agung demi mendapatkan sesuatu yang lebih agung. Namun, sekarang Tuan ingin membeli keimananku dengan segenggam dirham? Tuan ingin menukar keyakinanku ini dengan sekeping dinar? Tidak, Tuan, tidak! Bagaimana mungkin aku sudi menukar mutiara berharga dengan sebongkah batu biasa? Sungguh, seandainya aku harus memilih antara kesenangan dunia dan keimanan ini, aku tak akan sudi menjual keimananku ini!"

Mendengar jawaban pemuda itu, tubuh Khalifah Umar berguncang dan tanpa terasa air matanya menetes. "Wahai, Anak Muda, dimanakah rumah majikanmu?" tanya Khalifah Umar.

Singkat cerita, Khalifah Umar diantarkan ke rumah majikan si pengembala. Sampai di rumah majikannya, Khalifah Umar membeli pemuda itu dan segera memerdekakannya.

Sahur Berenergi Agar Tak Lemas Saat Puasa

Anda sudah lesu dan tak bergairah, padahal waktu berbuka masih lama? Kondisi tersebut memang wajar dialami saat berpuasa. Tapi, Anda bisa mengubah kondisi itu, kok. Ada caranya agar Anda tetap energik saat berpuasa.

Yang perlu Anda ketahui sebelumnya adalah memiliki energi tinggi bukan hanya berarti seberapa banyak Anda makan saat sahur. Menurut ahli gizi dr. Samuel Oetoro, memiliki energi tinggi jika ia dapat terlibat secara total pada apa yang sedang dilakukannya, baik fisik, mental, maupun emosional.

Energi tergantung pada baik buruknya kita memperlakukan diri kita sendiri, baik fisik, emosional, dan spiritual. Makin baik perlakuan terhadap diri, makin tinggi energi yang didapatkan.

Selain mengendalikan emosi, Anda juga perlu mengatur asupan makanan agar tubuh punya energi cukup sepanjang hari. Berikut kiat mengatur energi lewat pilihan makanan saat sahur dan berbuka.

  1. Sayuran, buah-buahan, beras merah, dan benih berkecambah seperti taoge sangat baik untuk menghasilkan energi. Masukkan bahan makanan ini di dalam menu sahur Anda.
  2. Saat sahur dan setelah berbuka, jangan lupa konsumsi juga buah segar dan jus buah. Hati yang merupakan organ penting untuk detoksifikasi (pengeluaran racun dari dalam tubuh) bekerja lebih efisien antara tengah malam dan tengah hari. Makanan yang lain akan mempengaruhi proses detoksifikasi ini.
  3. Usahakan menyertakan sayuran segar untuk menu sahur yang bermanfaat memperlancar metabolisme tubuh dalam menu makan. Begitu pula dengan daging, susu dan produk olahannya, atau ikan.
  4. Jangan makan terlalu ‘berat’ saat sahur dan berbuka. Tubuh memerlukan waktu untuk mencerna makanan dengan baik. Jika Anda terlalu kekenyangan, saluran pencernaan bisa bekerja terlalu keras sehingga mengacaukan metabolisme tubuh, yang justru bikin Anda lesu dan lemas. Jadi, makanlah dalam porsi sewajarnya.
  5. Minum 8 gelas air putih dalam sehari. Rata-rata, tubuh kehilangan sekitar 3/4 liter cairan melalui keringat, bernapas, dan air seni. Usahakan saat sahur dan berbuka Anda cukup mendapat asupan air. Jika suka, Anda dapat menambah minuman teh. Jauhi kopi, dan minuman bersoda.
Sumber: VIVAnews

Hubungi kami untuk pesanan Anda

Nomor Rekening tokonya asa
Untuk transaksi di tokonya asa, pastikan Anda cek ketersediaan barang serta lakukan pemesanan terlebih dahulu dan hanya melakukan pembayaran ke Rekening yang tertera berikut:

Rekening : BCA
Cabang : Bursa Efek Jakarta
No. Rekening: 458-0306654
Atas Nama : Tia Sulastia Dinnah

Rekening : Bank Mandiri
Cabang : Kemang
No. Rekening: 126-0004438221
Atas Nama : Tia Sulastia Dinnah

Cara Pembayaran
Pembayaran bisa Anda lakukan melalui ATM, e-banking atau setoran tunai ke salah satu rekening tersebut.

Konfirmasi
Pastikan Anda mencantumkan berita dalam transaksi yang Anda lakukan dan segera melakukan konfirmasi pembayaran lewat telepon ke nomer 021-80218198 atau 0817804781. Verifikasi pembayaran maksimum 2 X 24 jam, bila jumlah telah sesuai maka akan segera dilakukan pengiriman. Pengiriman kami lakukan lewat jasa kurir dengan dengan perkiraan waktu kirim 3 hari setelah verifikasi.

Produk yang sudah dipesan dan dikonfirmasikan pembayarannya tidak dapat dibatalkan pembeliannya, pastikan terlebih dahulu sebelum melakukan pembayaran dan konfirmasi.

Baby Moonwalker - Alat Bantu Belajar Jalan

Detail Produk
Item : Baby Moonwalker
Bahan : Katun
Warna : Biru-Jingga
Kemasan : Box
Min Order: 1 pc
Harga : Rp. 75.000,- (belum termasuk ongkir)


Baby Moonwalker, adalah alat yang di desain khusus untuk membantu si kecil untuk berjalan, terbuat dari bahan yang nyaman dengan bentuk yang dapat disesuaikan. Alat ini di desain khusus tidak hanya untuk membantu si kecil belajar berjalan tapi juga membantu orang tua agar terhindar dari sakit pinggang karena terlalu lama membungkuk saat menitah anaknya.

Telpon untuk ketersediaan barang dan pemesanan: (021) 80218198 atau 0817804781

Pendidikan Kita

Oleh DR Rhenald Kasali

Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab saya. Dia pun tersenyum.

Budaya Menghukum

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup. saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat."Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesiayang anak-anaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju.

Encouragement!

Diapun melanjutkan argumentasinya. "Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami. makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita
tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya
sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para
dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul.

Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimanaguru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: Karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal. Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun. Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti." Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Sayaingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

Melahirkan Kehebatan

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribusatu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor disekolah. Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapatmengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun.

Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

(*) Ketua Program MM UI

Sumber: Milis Bisnis-Kari